Rabu, 12 Oktober 2016

Pengendalian Hama Terpadu Padu Tikus




TUGAS MATA KULIAH
DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA HAMA TIKUS
(Rattus-rattus Sp)



Disusun Oleh :
           
Faisal Ari Kusdinia               (NPM. 4122.1.15.11.0007)


AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
Bojong seungit Jalan Raya Bandung – Sumedang Km. 29 Tanjungsari Sumedang 45362 Jawa Barat, Telp. 022-7911214, 7912585 ; Fax. 0227912585
2016






KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah STW, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengendalian Hama Terpadu Tikus”. Dalam penyusunan Makalah ini kami tidak lepas dari bimbingan dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman dan bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan kemampuan. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.







                                                                                    Tanjungsri, Oktober 2016

                                                                                                Penyusun


DAFTAR ISI
                                                                                                            Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
1.1  Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................. 1
1.3  Tujuan Penulisan.................................................................................... 1
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN......................................................... 2
2.1   Pengertian Pengendalian Hama Terpadu........................................ 2
2.2  Teknik-Teknik Pengendalian Hama Terpadu................................... 2
2.3  PHT Sebagai Kajian Pemerintah...................................................... 2
2.4  Tikus................................................................................................. 2
2.5  Cara Pengendalian Hama Tikus....................................................... 4
BAB III PEMBAHSAN............................................................................. 5
3.1  Pengendalian Hama Terpadu........................................................... 5
3.2  Hama Tikus...................................................................................... 9
3.3  Pengendalian Hama Tikus................................................................ 16
3.4  Metode Pengendalian...................................................................... 16
BAB IV PENUTUP.................................................................................... 23
4.1  Kesimpulan...................................................................................... 23
4.2  Saran................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. iii


 

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tikus (Rattus rattus) merupakan salah satu hama utama, baik itu dalam bidang budidaya, perkebunan bahkan sampai mengganggu kehidupan manusia. Ratusratus argentiventer hama utama tanaman padi yang dapat menyebabkan  kegagalan panen. Selain sebagai musuh utama budidaya tanaman padi, Ratusratus diardiri menganngu tanaman perkebunan seperti, kelapa sawit, teh, kopi, kelapa. Yang lebih parahnya tikus Ratusratus tiomanicus mengganggu kehidupan manusia seperti, mengambil makanan manusia, merusak perabotan rumah, dsb. Dalam usaha mengatasi masalah tikus khusunya dalam budidaya tanaman padi, petani telah melakukan berbagai alternatif pengendalian, baik secara kultur teknis, fisik mekanik, Biologi dan yang jalan terakhir  secara kimia.
Sehingga dengan adanya fenomena – fenomena tersebut perlu adanya penanggulan hama tikus secara efektif dan efisien dalam bentuk PHT (Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu), pengendalian ini merupakan pengendalian hama yang memang sudah dirancang secara terpadu untuk mengurangi populasi hama secara tepat melalui beberapa tahap yang efektif dan efisien sesuai aturan.

1.2   Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan PHT?
2.      Apa yang dimaksud dan timbulkan oleh hama tikus?
3.      Bagaimana pengendalian hama tikus dengan komponen PHT?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian hama tikus.
2.      Untuk mengetahui kerugian yang ditimbulkan oleh hama tikus.
3.      Untuk mengetahui cara pengendalian hama tikus dengan komponen PHT.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN

2.1    Pengertian Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.

2.2    Teknik-Teknik Pengendalian Hama Terpadu
1.      Pengendalian secara Bercocok Tanam.
2.      Pengendalian dengan Varietas Tahan.
3.      Pengendalian secara Fisik dan Mekanik.
4.      Pengendalian secara Biologi (Hayati).
5.      Pengendalian secara Kimiawi.
6.      Pengelolaan Hama Terpadu.

2.3    PHT Sebagai Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang PHT mempunyai dukungan hukum yang lebih kuat lagi dengan disahkannya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman oleh Presiden pada tanggal 30 April 1992 setelah melalui persetujuan dari DPR. Pada pasal 20 UU No.12/ 1992.

2.4    Tikus
2.4.1        Tikus Sawah (Ratusratus argentiventer)
Tikus sawah mempunyai distribusi geografi yang menyebar di seluruh dunia sehingga disebut sebagai hewan kosmopolit. Tikus sawah mudah ditemukan di perkotaan dan pedesaan di seluruh penjuru Asia Tenggara. Hewan pengerat itu menyukai persawahan, ladang, dan padang rumput tempat tikus itu memperoleh makanannya berupa bulir padi, jagung, atau rumput. Tikus sawah membuat sarang di lubang-lubang, di bawah batu, atau di dalam sisa-sisa kayu. Tikus sawah itu adalah jenis hama pengganggu pertanian utama dan sulit dikendalikan karena tikus itu mampu ”belajar” dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya.
Tikus menyerang padi pada malam hari, pada siang hari tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada periode sawah bera sebagian tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan akan kembali ke sawah setelah pertanaman padi menjelang fase generatif. Kehadiran tikus di daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan. Tikus betina mengalami masa bunting sekitar 21-23 hari dan mampu beranak rata-rata sejumlah 10 ekor. Tikus dapat berkembang biak apabila makanannya banyak mengandung zat tepung. Populasi tikus sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan dan tempat persembunyian yang memadai. Tempat persembunyian tikus antara lain tanaman, semak belukar, rumpun bambu, pematang sawah yang ditumbuhi gulma, dan kebun yang kotor.

2.4.2        Tikus Rumah (Ratusratus diardiri)
Adalah hewan pengerat biasa yang mudah dijumpai di rumah-rumah dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Hewan ini termasuk dalam subsuku Murinae dan berasal dari Asia. Namun, ia lalu menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal penanggalan modern dan betul-betul menyebar pada abad ke-6. Selanjutnya ia menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada masa kini cenderung tersebar di daerah yang lebih hangat.
Tidak seperti saingannya, tikus got, tikus rumah adalah perenang yang buruk dan bangkainya sering ditemukan di sumur-sumur. Namun, ia lebih gesit dan pemanjat ulung, bahkan berani "terbang". Warnanya biasanya hitam atau coklat terang, meskipun sekarang ada yang dibiakkan dengan warna putih atau loreng. Ukurannya biasanya 15–20 cm dengan ekor ± 20 cm. Hewan ini nokturnal dan pemakan segala, namun menyukai bulir-bulir. Betinanya mampu beranak kapan saja, dengan anak 3-10 ekor/kelahiran. Umurnya mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup

2.4.3        Tikus Pohon (Ratusratus Tiomanicus)
Suatu spesies tikus dari familia Muridae. Hewan ini ditemukan di Semenanjung Melayu, Kalimantan, Palawan, Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Hewan ini memiliki panjang sekitar 14 – 19 cm dengan panjang ekor 12 – 18 cm. Beratnya berkisar antara 80 sampai 130 gr. Kulitnya berwarna coklat pada bagian atas, putih atau agak abu-abu pada bagian ventral, dan gelap pada bagian ekor. Tikus pohon terutama aktif pada malam hari dan hidup di daerah hutan pesisir, hutan bakau, atau padang rumput, tikus pohon biasanya menbuang sarangnya seperti sarang burung. Di beberapa daerah, misalnya di Sulawesi, tikus pohon dijadikan bahan makanan oleh penduduk.

2.5  Cara Pengendalian Hama Tikus
1.      Sanitasi Lingkungan.
2.      Fisik dan Mekanis.
-          Gropyokan.
-          Pembongkaran liang.
-          Perangkap bubu.
-          Perangkap bambu.
3.      Mengatur waktu tanam.
4.      Konservasi dan Pemanfaatan Musuh Alami.
5.      Penerapan Pengaturan
6.      Penggunaan Bahan kimiawi




BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting.
Konsep PHT muncul akibat kesadaran umat manusia akan bahaya pestisida sebagai bahan yang beracun bagi kelangsungan hidup ekosistem dan kehidupan manusia secara global, sedangkan kenyataan yang terjadi bahwa penggunaan pestisida oleh petani di dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Diperlukan adanya cara pendekatan pengendalian hama yang dapat menekan penggunaan pestisida. Konsepsi PHT yang semula hanya mengikutsertakan dua metode atau teknik pengendalian kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang dikenal, termasuk di dalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik, pengendalian secara bercocok tanam, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi dan pengendalian hama lainnya. Dengan cara ini ketergantungan petani terahadap pestisida yang biasa menjadi cara pengendalian hama utama dapat dikurangi.
Dilihat dari segi operasional pengendalian PHT dapat diartikan sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah Ambang Ekonomi. Dari definisi-definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa PHT tidak hanya mencakup pengertian tentang perpaduan beberapa teknik pengendalian hama, tetapi dalam penerapannya PHT memperhitungkan dampaknya baik yang bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseluruhan kita memperoleh hasil yang terbaik. Oleh karena itu PHT dalam perencanaan, penerapan dan evaluasinya harus mengikuti suatu system pengelolaan yang terkoordinasi dengan baik.

3.1.1        Konsep Pengendalian Hama Terpadu
1.      Pemahaman Sifat Dinamika Ekosistem Pertanian
Usaha pengendalian hama adalah salah satu usaha dari proses produksi pertanian guna memperoleh hasil semaksimal mungkin dari lahan pertanian bagi kepentingan petani dan masyarakat luas. Sedangkan proses produksi tanaman meliputi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan pertanian atau agro-ekosistem yang ditujukan untuk pencapaian sasaran produktivitas tertentu. Jadi PHT merupakan bagian integral dari pengelolaan agro-ekosistem, ahkan ada ahli yang mendefinisikan bahwa PHT adalah pengelolaan agro-ekosistem. Oleh karena itu agar diperoleh hasil pengendalian hama yang baik diperlukan pemahaman tentang sifat agro-ekosistem yang sedang dikelola.
2.      Analisis Biaya-Manfaat Pengendalian Hama
Dalam pengembangan masyarakat dalam era pembangunan nasional saat ini tentunya tepat kalau kita anggap bahwa setiap petani dalam mengelola lahan pertaniannya ingin memperoleh keuntungan setingi-tingginya. Biaya yang dikeluarkan dalam pengendalian hama merupakan total uang yang dikeluarkan untuk membeli pestisida, varietas tahan hama, untuk menyewa alat pengendalian, dan membayar tenaga pengendali hama. Manfaat yang diperoleh dari usaha pengendalian hama berupa nilai manfaat dan biaya pengendalian hama secara kasar dianggap sebagai keuntungan dari usaha pengendalian hama.
3.      Toleransi Tanaman terhadap Kerusakan
Perlu kita mengerti bahwa semua tanaman tentu memiliki tingkat toleransi tertentu terhadap adanya kerusakan, baik yang oleh karena serangan hama atau oleh penyebab lainnya. Hal itu berarti bahwa adanya tingkat kerusakan tersebut tidak mempengaruhi penghasilan petani. Oleh karena itu adanya populasi hama tertentu pada tanaman yang kita usahakan mungkin tidak akan mengakibatkan kerugian apapun pada kita. Perhatian untuk adanya pengendalian, baru kita lakukan apabila populasi hama atau kerusakan tanaman telah melampaui ambang toleransi tanaman.
4.      Pertahankan Adanya Sedikit Populasi Hama di Tanaman
Banyak orang terutama yang mengikuti pendekatan konvensional berpendapat bahwa sasaran pengendalian hama adalah menghabiskan atau memusnahkan setiap hama yang ada dipertanaman kita. Menurut mereka sangat ideal apabila dalam lahan pertanian kita sama sekali tidak ada seekorpun hama yang dapat mengganggu tanaman yang diusahakan. Pendapat tersebut menurut konsep PHT tidak tepat karena di ekosistem pertanian kita menginginkan tetap terjaganya keseimbangan populasi antara hama dan musuh pertanaman tidak ada hama para musuh petani tersebut tidak akan menjumpai makanannya sehingga mereka akan mati atau pindah dari tempat tersebut. Dalam keadaan tanpa musuh alami populasi hama akan dengan bebas meningkat jumlahnya sehingga dapat mengakibatkan terjadinya letusan hama yang sangat membahayakan.
5.      Budidaya Tanaman Yang Sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian yang penting dalam program pengendalian hama. Tanaman yang sehat tentunya akan lebih dapat bertahan terhadap serangan hama bila dibandingkan dengan tanaman yang lemah. Juga tanaman yang sehat akan lebih cepat mengatasi kerusakan yang terjadi akibat serangan hama dengan mempercepat pembentukan anakan proses penyembuhan fisiologis lainnya.
6.      Pemantauan Lahan
Seperti dijelaskan di depan agro-ekosistem sangat dinamis, banyak factor yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Terjadinya letusan hama pada suatu agro-ekosistem merupakan hasil interaksi berbagai komponen ekosistem yang mengakibatkan peningkatan populasi hama sampai melampaui Ambang Ekonomi, Komponen ekosistem teresebut dapat berasal dari dalam ekosistem sendiri maupun yang dimasukkan oleh karena tindakan manusia. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alami di lahan serta menentukan tindakan pengendalian yang perlu dilaksanakan, tidak ada lahannya secara rutin.
7.      Pemasyarakatan Konsep PHT
Agar petani mau dan mampu menerapkan PHT diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui berbagai jalur penerangan, pendidikan dan pelatihan baik yang dilakukan secara formal maupun informal.

3.1.2        Program Nasional PHT
1.      PHT sebagai Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah tentang PHT mempunyai dukungan hukum yang lebih kuat lagi dengan disahkannya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman oleh Presiden pada tanggal 30 April 1992 setelah melalui persetujuan dari DPR. Pada pasal 20 UU No.12/ 1992 dinyatakan bahwa :
-          Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system PHT
-          Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagai mana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Dalam UU tersebut juga telah ditetapkan berbagai bentuk sangsi hokum yang dikenakan kepada barang-barang yang melanggar berbagai ketentuan yang tercantum dalam UU No.12/ 1992 termasuk pelanggaran terhadap penggunaan insektisida yang dilarang. Dengan adanya inpres No.3/1986 dan UU No.12/ 1992 maka PHT di Indonesia telah memiliki dasar yang kuat mantap sehingga praktek pengendalian hama secara konvensional harus segera ditinggalkan dan diganti sepenuhnya dengan PHT.
2.      Pelatihan dan Pengembangan PHT
Berbagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No.3/ 1986 pemerintah sejak tahun 1989 mulai menyelenggarakan program pelatihan pengembangan dan pemasyarakatan PHT secara nasional sebagai salah satu perwujudan dari pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia). Dalam jangkauan 2 – 3 tahun pertama (1989-1992) direncanakan akan dilatih 1.000 PHP (Pengamat Hama dan Penyakitk), 2.000 PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan 100.000 petani.

3.2       Hama Tikus
3.2.1    Latar Belakang Hama Tikus
Kehidupan tikus sangat dekat dengan kehidupan manusia, tikus dapat hidup di rumah-rumah, gudang, sawah, perkebunan, dan sebagainya. Tikus dapat berperan sebagai hewan yang bermanfaat dan dapat berperan sebagai hewan yang merugikan kehidupan manusia. Sebagai hewan yang bermanfaat tikus dapat berguna sebagai hewan percobaan laboratorium dan sebagai hewan yang merugikan tikus dapat menjadi hama bagi tanaman pertanian dan penyebaran penyakit bagi manusia. Suatu hewan disebut sebagai hama karena hewan tersebut menjadi pengganggu dalam budidaya tanaman. Penyebutan hama itu sendiri didasarkan pada persepsi manusia sendiri, jika menurutnya mengganggu usahatani maka disebut sebagai hama.
Pada awalnya tikus hanya berada di benua Asia, penyebaran tikus terjadi seiring dengan adanya migrasi penduduk antar benua. Pada jaman dahulu tikus dijadikan sebagai hewan yang menjadi pertanda apakah pertanian disuatu tempat akan maju atau tidak, hal tersebut berkaitan dengan ciri khas tikus yang hanya hidup di daerah yang kebutuhan pakannya cukup. Sehingga jika suatu tempat kebutuhan pakannya kurang maka tikus akan ber migrasi ke tempat lain. Sifat hubungan tikus dengan manusia lebih cenderung parasitisme. Tikus mendapat keuntungan tetapi manusia mendapat kerugian. Dibandingkan dengan hama lainnya tikus memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh hama serangga, yaitu :
1.      Tikus dapat merusak tanaman budidaya dalam waktu yang singkat dan dalam jumlah kerusakan yang besar, walaupun hal tersebut dilakukan oleh beberapa ekor tikus saja. Dalam satu malam satu tikus sawah rata-rata dapat merusak tanaman padi sebanyak 649,72 tunas IR64 dan 716 tunas untuk Cisadane.
2.      Tikus menyerang tanaman dalam berbagai stadia umur. Mulai dari pembibitan, fase vegetatif, vase generatif, panen, dan pasca panen
3.      Tikus dapat mempberikan tanggapan terhadap kegiatan pengendalian yang dilakukan manusia baik itu menghindari (tidak memakan umpan beracun yang pernah diberikan sebelumnya) maupun menghadapi (mengahadapi musuh alaminya/predator).Walaupun hal tersebut juga dilakukan oleh hama serangga tetapi tingkat tresponnya lebih kecil dibangdingkan dengan tikus
4.      Tikus mempunyai mobilitas yang tinggi dengan kedua tungkainya. Pada keadaan daerah yang kurang mendukung untuk kebutuhan pangan tikus dapat melakukan migrasi sejauh 700m atau lebih, pada keadaan pakan tercukupi tikus keluar sarang sejaun 20m hingga 200m saja. Tikus juga dapat berpindah tempat dengan memanfaatkan transportasi yang dimiliki manusia. Misalnya pada penyebaran tikus pada mulanya yaitu dengan menumpang kapal laun hingga tikus menyebar di seluruh dunia.

3.2.2    Klasifikasi Tikus
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Subfilim : Vertebrata (Craniata)
Kelas : mammalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutheria
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
Ada sekitar 8 spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman pertanian dan vektor patogen manusia. Kedelapan spesies tersebut adalah :
1.      Bandicota indica (tikus wirok), habitatnya di gudang, pasar, perumahan, pertanaman padi dan tebu.
2.      Rattus norvegicus (tikus riul), habitatnya di gudang, selokan, dan rumah.
3.      Rattus-rattus diardii (tikus rumah), habitatnya di perkebunan, hutan sekunder, semak belukar, pekarangan.
4.      Rattus tiomanicus (tikus pohon), habitatnya di rumah dan gudang.
5.      Rattus argentiventer (tikus sawah), habitatnya di sawah ketinggian <1500mdpl.
6.      Rattus exulans (tikus ladang), habitatnya di sawah, ladang ketinggian <1200>.
7.      Mus musculus (mencit rumah, habitatnya di rumah dan gudang.
8.      Mus caroli (mencit ladang), habitatnya di ladang, dan sawah.
Tikus dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu hewan pemanjat (arboreal) dan hewan penggali (terestrial). Hewan terestrial dicirikan dengan ekor relatif pendek terhadap kepala dan badan, serta tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan halus (tikus wirok, tikus riul, tikus sawah, mencit ladang). Hewan arboreal dicirikan dengan ekor yang panjang serta tonjolan pada telapak kaki yang besar dan kasar (tikus pohon, tikus rumah, tikus ladang, mencit rumah).
Salah satu ciri dari tikus sebagai hewan pengerat adalah kemampuannya untuk mengerat benda-benda yang keras dengan maksud untuk mengurangi pertumbuhan gigi serinya yang tumbuh secara terus menerus. Perttumbuhan secara terus menerus tersebut diakibatkan karena tidak adanya penyempitan pada bagian pangkal sehingga terdapat celah yang mengakibatkan pertumbuhan tersu menerus. Aktivitas pengeratan tersebut banyak menimbulkan kerugian antara lain rusaknya kabel listrik, kayu kuda-kuda rumah, fondasi, dsb.
Di rumah-rumah sering dijumpai cerucut, cerucut bukan merupakan hewan pengerat susunan giginya dengan tikus jauh berbeda. Makanan utama cerucut adalah serangga (protein hewani), ini dapat dilihat dari kotorannya yang basah. Kotoran tikus yang kering menandakan bahwa makanannya berasal dari serat atau serealia. Ciri cerucut yang lainnya adalah mengeluarkan bau dari kelenjar bau yang dekat dengan lubang anus.

3.2.3   Biologi Tikus
1.      Kemampuan Indera Tikus
Tikus merupakan hewan yang aktif pada malam hari (nokturnal) dan memliki kepekaan terhadap cahaya. Dalam cahaya remang-remang mampu mengenali benda yang jauhnya 10-15 m di depannya. Tikus merupakan hewan yang buta warna sebagian besar warna yang ditangkap oleh htikus adalah warna kelabu. Ada kecenderungan tikus tertarik dengan warna kuning dan hijau terang yang ditangkap sebagai warna kelabu cerah. Warna-warna tersebut dapat digunakan untuk menarik tikus pada umpan, selain itu kedua warna tersebut dapat digunakan untuk mengusir burung.
Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Penciuman yang baik ini digunakan untuk mencium urine dan sekresi genitalia untuk menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, serta mendetaksi tikus betina yang sedang birahi. Indera penciuman tersebut dapat dimanfaatkan untuk menarik atau mengusir tikua dari suatu tempat. Salah satu contoh untuk menarik tikus jantan dapat mengunakan bahan kimia (attractant).
Suara ultarsonik digunakan oleh tikus untuk melakukan komunikasi sosial, terutama pada tikus jantan. Tikus jantan mengeluarkan suara tersebut pada saat melakukan aktivitas seksual maupun berkelahi dengan tikus jantan lainnya untuk menentukan daerah kekuasaan.
Tikus memiliki kemampuan untuk mendeteksi zat-zat yang pahit, bersifat toksit, atau berasa tidak enak. Ini berhubungan dengan pengendalian tikus dengan menggunakan umpan racun. Kemampuan tersebut menyebabkan tikus menolak memakan racun dan masalah dosis racun yang tidak mampu membunuh tikus (sub-lethal).
Indera peraba tikus yang berupa kumis dan rambut pada tepi tubuh membantu tikus dalam pergerakan di malam hari. Bentuk rabaan tersebut dapat berupa sentuhan dengan lantai, dinding, benda-benda yang berada di dekatnya. Biasanya tikus bergerak antarobyek melalui suatu jalan khusus yang selalu diulang-ulang yang disebut dengan run-way. Tingkah laku tikus seperti itu disebut dengan thigmotaxis. Hal tersebut dapat dimanfaatkan manusia untik meletakkan unpan atau perangkap pada jalan yang biasanya dilalui tikus tersebut.
2.      Kemampuan Fisik Tikus
Kemampuan untuk menggali dimiliki oleh tikus terestrial, penggalian ini bertujuan untuk membuat sarang yang biasanya kedalamannya 50cm -200cm (pada tanah-tanah yang gembur). Kemampuan memanjat dimiliki oleh tikus arboreal, ciri yang menonjol adalah panjang ekornya yang lebih panjang dibandingkan dengan badan dan kepala. Ekor yang panjang ini berfungsi sebagai alat keseimbangan, dan tidak dimiliki oleh tikus terestrial.
Tikus dapat meloncat secara vertikal (77cm) dan secara horisontal (240cm), jarak loncatan dapat menjadi lebih jauh lagi apabila tikus memuali dengan berlari. Tikus dapat mengerat benda-benda yang yang keras sampai nilai 5,5 pada skala kekerasan geologi, sehingga banyak yang menggunakan besi logam sebagai penghalang mekanis dari gangguan tikus. Tikus mampu berenang selama 50-72 jam pada suatu bak dengan suhu 350c. Dan kemampuan menyelam 30 detik.
3.      Reproduksi
Tikus merupakan hewan yang mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi bila dibandingkan dengan hewan menyusui lainnya. Hal ini ditunjang oleh berbagai faktor sebagai berikut :
-          Matang seksual cepat yaitu antara 2-3 bulan.
-           Masa buntung singkat yaitu antara 21-23 hari.
-          Terjadi post partum oestrus, yaitu timbulnya birahi kembali segera (24-48 jam) setelah melahirkan.
-          Dapat melahirkan sepanjang tahun tanpa mengnal musim yaitu sebagai hewan polistrus
-          Melahirkan keturunan dalam jumlah yang banyak, yaitu 3-12 ekor dengan 6 ekor perkelahiran. Bahkan untuk tikus sawah dalam keadaan pakan yang cukup berkualitas dan kuantitas, mampu malahirkan anak mencapai 16 ekor.
Kemampuan tikus untuk bereproduksi demikian sangat mempengaruhi upaya pengendalian, karena ketika jumlah tikus dirasakan sedikit petani tidak lagi melakukan pengendalian sehingga terjadi ledakan jumlah tikus lagi. Kemampuan reproduksi tikus dipengaruhi oleh cuaca, iklim yang optimum, dan yang paling berpengaruh adalah kondisi pakan baik kualitas maupun kuantitas. Berkaitan dengan kualitas sumber pakan yang berasal dari serealia (padi-padian) merupakan pakan yang memiliki kualitas yang paling baik.
4.      Pakan dan Perilaku Makan
        Tikus merupakan hewan omnivora, hampir semua makanan yang dapat dimakan oleh manusia dapat dimakan pula oleh tikus. Walaupun demiikian tikus lebih senang dengan biji-bijian (serealia) seperti padi, jagung, gandum. Selain serealia tikus juga dapat memakan kang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, telur, buah-buahan dan sayur-sayuran.. Air dapat diambil dari air bebas dan dari makanan mengandung air yang dimakan. Kebutuhan pakan seekor tikus kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya (pakan kering), dan dapat meningkat menjadi 15% (jika pakan tersebut pakan basah)
        Tikus memiliki cara makan yang unik yaitu mencicipi terlebih dahulu untuk melihat reaksi yang terjadi di tubuhnya sebelum memakan seluruhnya. Jika tidak terjadi rekasi didalam tubuhnya maka tikus akan memakan dalam jumlah yang lebih banyak, dan seterusnya sampai pakan tersebut habis. Dengan melihat perilaku tikus yang demikian pengendalian tikus secara kimiawi dengan menggunakan racun akur(bekerja dengan cepat) perlu menggunakan umpan pendahuluan(prebaitting) yang tidak mengandung racun. Jika tidak menggunakan umpan pendahuluan tikus dapat mengalami jera umpan sehingga ketika diberikan umpan lagi tikus tidak mau memakannya.
5.      Pergerakan
        Tikus melakukan jelajah harian untuk mencri pakan, minum, mencari pasangan, dan orientasi kaweasan. Selama mengadakan orientasi kawasan tikus akan mengenai lingkungan yang ada baik itu pakan yang disukai, minuman dan sebagainya. Sehingga tikus akan mengenali benda asing (umpan) yang berada di lingkungannya. Aktivitas harian tikus antara 30 sampai 200m. Tetapi pada keadaan pakan yang tidak mencukupi tikus dapat bergerak 700m atau bahkan lebih dari sarang.
6.      Perilaku Sosial
        Pada populasi rendah sampai sedang tikus jantan memiliki kedudukan yang tinggi. Tetapi pada keadaan populasi yang tinggi tikus jantan yang lemah akan kalah dan meninggalkan populasi sebelumnya kemudian membuat populasi baru dengan tikus betina.
7.      Ekologi Tikus
        Naik turunnya populasi tikus dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor biotik : air untuk minum dan sarang, cuaca sebagai pengaruh tidak langsung yaitu mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hewan-hewan kecil sebagai sumber pangan tikus. Faktor biotik yang penting dalam mengatur populasi tikus adalah : Tumbuhan atau hewan kecil (sumber pakan), patogen (penyebab penyakit), predator (pemangsa), dan manusia.
        Sarang tikus berfungsi untuk bersembunyi dari musuh, melahirkan ,menyimpan makanan, tempat beristirahat, dan berlindung dari pengaruh lingkungan. Predator tikus dapat dibedakan menjadi : repil (ular dan biawak), avea (burung hantu, elang, alap-alap), dan mamalia (kucing, anjing, garangan, musang, rubah, tikus-tikus besar).



3.3    Pengendalian Hama Tikus
Yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengendalian hama tikus adalah :
1.      Kemampuan mengidentifikasi spesies-spesies tikus yang jarang menimbulkan masalah.
2.      Mengetahui biologi dan perilaku (kebiasaaan) tikus antara lain tempat tinggal, pergerakan, dan kebiasaan makan.
3.      Mengetahui tanda-tanda kehadiran tikus
Keberadaan tikus dapat dilihat dari feses yang dikeluarkan, keberadaan feses juga dapat sebagai penanda apakah tikus tersebut masih ada di daerah tersebut atau sudah pergi. Feses yang masih basah menandakan bahwa tikus masih beraktivitas di tempat tersebut. Selain dapat dilihat dari feses atau kotoran keberadaan tikus juga dapat dilihat dari kerusakan yang ditimbulkannya, biasanya terdapat bekas keratan pada tanaman. Keberadaan tikus juga dapat dilihat dari jalan yang biasa dilewatinya (run way) dimana pada run way tersebut terdapat jejak kaki. Sarang juga dapat sebagai penanda adakah tikus di tempat tersebut, untuk mengetahui apakah lubang atau sarang masih digunakan dapat dengan jalan menutup lubang dengan gundukan tanah , jika gundukan tanah tersebut berlubang maka sarang masih aktif.
1.      Mengetahui formiula yang tepat dalam menggunakan rodentisida.
2.      Mengetahui permasalahan resistensi tikus.
3.      Mengetahui dampak penggunaan ridentisida bagi lingkungan, hewan ternak, dan manusia.

3.4    Metode pengendalian
Tikus dapat menyerang padi pada berbagai stadia pertumbuhan, tetapi tikus paling senang menyerang padi pada stadia generatif. Pad stadia generatif tikus biasanya memakan bulir dan malai padi. Pada stadia persemaian tikus mencabut tanaman padi yang baru tumbuh untuk memakan bagian biji yang masih tersisa. Pada stadia vegetatif tikus memakan batangnya dengan cara memotong pangkal batang. Secara umum metode pengendalian tikus sama dengan pengendalian hama-hama yang lain. Pengendalian tikus hendaknya menggunakan konsep PHT dimana penggunaan pestisida atau rodentisida hanya digunakan pada kondisi terpaksa atau jika metode yang lain sudah tidak mampu menanggulangi populasi hama tikus.

3.4.1        Pengendalian Secara Kultur Teknis
Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara pengendalian dengan membuat lingkungan yang tidak menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangan populasi tikus. Beberapa cara pengendalian secara kultur teknis adalah sebagai berikut :
1.      Pengaturan pola tanam
Pengaturan pola tanam hanya berlaku pada tanaman semusim. Dengan melakukan pengaturan pola tanam maka keberadan pakan bagi tikus tidak kontinyu sehingga populasinya dapat menurun. Pergiliran pola tanam antara lain dapat padi – padi – palawija / padi – palawija – palawija / padi – palawija – padi. Dengan demikian maka kebutuhan pakan tikus ajan semain berkurang, karena serealia merupakan pakan yang berkualitas baik bagi tikus jika pakan tersebut berkurang atau tidak ada maka populasinya akan menurun. Palawija yang dapat digunakan sebagai tanaman berikutnya adalah jagung, kacang tanah, kedelai, sayur-sayuran, ubi jalar, ubi kayu. Atau dapat juga di rotasi dengan sayuran jika kondisi di tempat tersebut cocok untuk ditanami sayuran.
2.      Pengaturan waktu tanam
Pengaturan waktu tanam serempak dapat mengurangi kerugian persatuan luas yang diakibatkan oleh tikus karena kerusakannya menyebar. Selain itu dengan adanya waktu panen yang bersamaan membuat sumber pangan bagi tikus tidak kontinyu, sehingga tikus kehilangan kesempatan untuk berkembang biak secara kontinyu. Karena keadaan pakan yang ada pada waktu tertentu saja maka pertumbuhan populasi tikus dapat diperkirakan. Waktu tanam serempak harus dilakukan oleh petani-petani minimum dalah areal lahan seluas 100Ha, mengingat tikus memiliki mobilisasi mencapai lebih dari 700m dari sarang.
3.      Pengaturan jarak tanam
Tikus sangat menyukai tempat tempat yang berantakan, semprawut, kotor, sehingga melalui pengaturan jarak tanam populasi tikus dapat ditekan karena lingkungannya tidak disenagi. Tikus paling tidak suka bergerak di tempat yang terbuka, tikus lebih sengang bersembunyi, sehingga kalau di lihat pada lahan pertanaman yang terserang oleh tikus, lahan pada bagian tengah lah yang diserang, sedangkan pada bagian tepi dekat dengan pematang tidak diserang. Ada dua hal yang menyebabkan tikus lebih senang menyerang pada bagian tengah lahan. Yang pertama adalah untuk melindungi sarang yang berada pada pematang agar tidak terlihat, sehingga tanaman yang berada di dekat pematang tidak diserang. Yang kedua adalah dengan menyerang pada vagian tengah lahan maka tikus terhindar dari gangguan manusia.
Pengaturan jarak tanam ini dapat disesuaikan dengan pola tanam, misalnya pada musim pertanaman pertama jarak tanamnya diperlebar, tetapi pada musim pertanaman ke dua jarak tanamnya di kembalikan seperti jarak tanam yang sebenarnya. Pengaturan jarak tanam juga dapat dilakukan dengan cara tanam Legowo, dimana nantinya jarak antar baris pertanaman menjadi lebar sehingga tikus takut untuk menyerang pada bagian tengah lahan dan bagian tepi lahan.
4.      Penggunaan tanaman perangkap (trap crop)
Penggunaan tanaman perangkap adalah cara pengendalian tikus dengan menanami terlebih dahulu lahan yang berada di tengah-tengah areal persawahan, kemudian baru menanami daerah disekitar lahan tersebut. Cara tersebut dimaksudkan agar tanaman pada lahan yang berada di tengah mengalami fase generatif lebih awal sehingga serangan tikus akan terpusat pad lahan tersebut, untuk selanjutnya dapat dilakukan gropyokan. Atau dapat juga menanam varietas padi yang berumur pendek pada bagian tengah areal pertanaman. Penggunaan tanaman perangkap dapat dikombinasikan dengan Trap Barrier System (TBS) agar lebih efektif.


3.4.2    Pengendalian Secara Sanitasi
Sesuai dengan ciri khas tikus yang tidak suka dengan tempat terbuka maka pengendaliannya dapat dengan cara melakukan pembersihan gulma di sekitar tanaman. Dengan demikian tikus juga akan kehilangan sumber pakan alternatif pada saat bera.

3.4.3    Pengndalian Secara Fisik-Mekanis
Pengendalian sercara fisik merupakan usaha manusia untuk merubah faktor lingkungan fisik agar dapat menyebabkan kematian pada tikus. Faktor fisik tersebut dapat dirubah diatas atau dibawah toleran tikus. Pada prinsipnya pengendalian secara fisik dan mekanis adalah sebagai berikut :
1.      Membunuh tikus secara langsung dengan bantuan alat-alat.
2.      Mengusir tikus dengan bermacam-macam alat yang tidak bersifat kimia( menggunakan sinar ultraviolet,gelombang elektro magnetik, dan suara ultrasonik).
3.      Melingdungi tanaman dari serangan tikus.
Salah satu pengndalian secara fisik dan mekanis adalah penggunaan pagar plastik, penggunaan pagar plastik dimaksudkan untuk menghalau tikus memasuki areal pertanaman. Biasanya diterapkan pada lahan persemaian dan dikombinasikan dengan perangkap yang ditaruh atau diletakkan pada pintu masuk persemaian. Jika populasi tikus banyak dan modal usahatani besar maka teknik ini dapat dipergunakan, pada intinya penggunaan pagar plastik akan membuat tikus tidak dapat memasuki lahan persemaian sehingga tikus akan berusaha mencari jalan masuk, pada jalan masuk tersebut dapat dipasangi perangkap.
Gropyokan juga merupakan pengendalian fisik mekanis, biasanya kegiatan ini yang sering dilakukan oleh banyak petani yang pernah Saya temui. Selain adanya rasa puas karena melihat secara langsung tikus yang mati, pengendalian secara gropyokan juga memupuk rasa kegotongroyongan karena dilakukan secara bersama-sama. Gropyokan pada lahan sawah biasanya ditujukan pada sarang tikus masih aktif yang berada di pematng sawah atau lahan tidak ditanami yang berada disekitar sawah. Tindakan untuk mengeluarkan tikus dari liangnya dapat dengan cara menggenangi liang dan membongkar liang, agar tidak merusak tanaman kegiatan ini dapat dilakukan pada saat pasca panen.
Gropyokan yang dilakukan di malam hari dengan bantuan lampu petromak juga efektif karena pergerakan tikus akan lambat karena lampu petromaks (mata tikus menjadi tidak jelas pandangannya saat terkena cahaya terang). Dalam gropyokan digunakan pula barang-barang dari logam dan bambu yang dipukul-pukul untuk mengusir tikus dari sarangnya dan digiring menuju perangkap bisanya berupa jaring yang pasang di dekat pematang sawah atau tempat terbuka, selanjutnya tikus dapat dibunus secara beramai-ramai di tempat tersebut.

3.4.4    Pengendalian Secara Biologis Atau Hayati
Pengendalian secara hayati dilakukan dengan penggunaan parasit, predator, atau patogen untuk mengurangi bahkan menghilangkan populasi tikus pada suatu habitat.predator tikus dapat dibagi berdasarkan klasifikasinya yaitu kelas reptilia (hewan melata), kelas aves (burung), dan kelas mamalia (hewan menyusui). Secara ekologis kelas aves merupakan predator terbaik dalam mencari dan mengkonsumsi mangsanya, diikuti kelas mamalia dan terakhir reptilia. Kelas avea memiliki laju fisiologi tertinggi sehingga mampu mengkonsumsi tikus dalam jumlah tinggi. Dari ketiga kelas predator tersebut dalam hal memangsa tikus dapat dibauat perbandingan sebagai berikut Aves (10) : Mamalia (4) : Reptilia (1).
Dalam kelas aves beberapa spesies yang menjadi predator tikus adalah Tyto alba (burung hantu putih), Bubo ketupu (burung hantu cokelat), Nyctitorac nyctitorac (burung alap alap tikus).
Dalam kelas Mamalia beberapa spesies yang menjadi predator tikus adalah Paradoxurus hermaphroditus (musang atau luwak), Viverricula malaccensis (musang bulan), Herpetes javanicus (garangan), Felis catus (kucing), dan Canis familiaris (anjing).
Dalam kelas Reptilia yang menjadi predator tikus adalah Ptyas koros (ular tikus), Naja naja (ular kobra), Ophiphagus hannah (ular kobra raksasa), Trimeresurus hagleri (ular hijau), dan Phyton reticulatus (ular sanca).

4.4.5    Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian kimiawi didefinisikan sebagai penggunaan bahan-bahan yang dapat membunuh tikus atau dapat mengganggu aktivitas tikus, baik aktivitas untuk makan, minum, mencari pasangan, maupun reproduksinya. Secara umum pengendalian kimiawi terhadap tikus dapat dibagi menjadi empat yaitu :
-          Penggunaan umpan beracun (racun perut)
Berdasarkan cara kerjanya racun tikus dapat dibagi kedalam 2 macam :
-          Racun akut
Bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus (Arsenik trioksida, Bromethalin, crimidine, alpha chloralose, ANTU, Norbornmide, red squill, dsb). Cocok diterapkan pada saat populasi tikus tinggi.
-          Racun kronis (antikoagulan),
Bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (antikoagulan 1 : Warfarin, Fumarin, Courmachlor, dsb. Antikoagulan 2 : Diphenacoum, brodifacoum, Flocumafen, Bromadiolone). Cocok diterapkan pada populasi tikus yang tersisa setelah penerapan racun akut.
Secara umum perbedaan dua macam racun ini terdapat pada penerapan di lapang dan efek pada tikus. Pada penerapan di lapang racun akut membutuhkan umpan pendahuluan dan kebutuhan umpan yang beracun sedikit sedangkan racun kronis tidak membutuhkan umpan pendahuluan, karena rekasinya yang lambat maka dibutuhkan banyak umpan yang mengandung racun. Efek pada tikus untuk racun akut adalah langsung membunuh tikus, dan jika tidak diberi umpan pendahuluan dapat menyebabkan jera umpan. Pada racun kronis adalah membunuh secara perlahan sehingga kadang tikus malah menjadi resisten terhadap racun tersebut.
1.      Penggunaan bahan fumigan (racun nafas)
Fumigasi adalah proses peracunan tikus beserta ektoparasitnya dengan menggunakan gas beracun (fumigan). Fumigan ini berbahaya bukan hanya bagi tikus tetapi juga bagi manusia dan hewan lain yang berada di sekitar tempat fumigasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan fumigasi yaitu :
-          Fumigan yang akan digunakan harus mempunyai berat molekul lebih dari 28 (berat molekul N2 di udara).
-          Kelembapan relatif udara di dalam sarang tikus harus tinggi dan ukuran partikel tanah yang kecil sehingga gas beracun tidak keluar melalui celah-celah tanah.
Fumigan ini dapat berupa Hidrogen sianida (HCN), Karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), metil bromida (CH3Br), Kloropikrin (CCl3NO2), Hidogen fosfosida (PH3).
Racun nafas juga dapat bibuat melalui pembakaran merang, serabut kelapa, atau klaras daun pisang yang kadang-kadang ditambahkan belerang sehingga menghasilkan gas CO, CO2, dan SO2. perbandingan merang dengan belerang biasanya 13 : 1. Penggunaan racun nafas lebih baik pada saat tanaman memasuki fase generatif karena induk tikus baru melahirkan dan menyusui anak-anaknya.
2.      Penggunaan bahan kimia penolak (repellent) atau bahan kimia penarik (attractant),
Attractant merupkan bahan kimia penarik tikus agar tikus mendekati umpan atau masuk perangkap. Attractant menarik tikus melalui bau yang ditimbulkannya. Salah satu attractant yang memberikan hasil efektif adalah penggunaan urine tikus betina yang memasuki fase estrus untuk menarik tikus jantan.
3.      Penggunaan bahan kimia pemandul (chemosterilant)
Bahan kimia pemandul merupakan bahan kimia yang menyebabkan kemunduran reproduksi, baik secara permanen maupun sementara. Contoh : mestranol, hexastrol, oestrogenic streroid, diosgenin. Dalam penerapannya bahan-bahan kimia tersebut perlu menggunakan umpan pendahuluan


BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Kesimpulan yang kami dapatkan adalah pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan. Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan/Pengendalian Hama Terpadu (PHT).  PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang lain.
Hama tikus merupakan hama tanaman yang sangat merugikan petani  karena tikus menyerang tanaman padi mulai dari masa persemaian sampai penyimpanan, memiliki kemampuan reproduksi tinggi, daya adaptasi yang baik serta menyerang semua bagian padi. Hama tikus dikendalikan dengan PHT yang meliputi sanitasi lingkungan, pengendalian fisik mekanis, pengaturan waktu tanam, konservasi dan pemanfaatan musuh alami, penerapan pengaturan, serta pemanfaatkan bahan kimiawi

4.2    Saran
Saran yang dapat diambil adalah bahwa semua hewan dikatan hama karna ambang batas populasinya melunjak dan mengakibatkan kegurian, baik itu dalam teknik budidaya maupun dalam kehidupan. Contohnya hama tikus, tikus harus benar-benar ditangani dengan baik dikarenakan sangat merugikan bagi manusia. Semua pengendalian jangan langsung menggunakan kimia karna masih ada mengendalikan hama tersebut tanpa menggunakan bahan kimia. Bahan kimia adalah jalur terakhir apa bila hama tersebut masih tidak bisa dikendalikan.



DAFTAR PUSTAKA

Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Priyambodo, Swastiko. 1995. Pengendalian hama Tikus Terpadu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Surachman, Enceng dan Widodo Agus S. 2007. Hama Tanaman. Kanisius. Yogyakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Tikus_pohon
http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.co.id/2012/04/bentuk-bentuk-pengendalian-hama-tanaman.html
https://mangatonline.wordpress.com/2015/08/09/makalah-pengendalian-hama-tikus-secara-nabati/
.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar